Besok Jumat, 60 tahun yang lalu, lahir organisasi sayap NU di bidang kemahasiswaan, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Sekitar delapan tahun lalu, saya pernah menulis catatan "elek-elekan" yang berjudul "PMII: Melawan Dominasi dengan Sistem Kaderisasi". Oleh karena efek darah muda yang masih mendidih kala itu, harap maklum apabila diksi yang dipilih terkesan heorik. Kurang lebihnya begini.
Dominasi cenderung membungkam “yang lain”. Ungkapan Yoce Aliah Darma ini sengaja saya kutip sebagai pelecut semangat bagi aktivis PMII agar tidak patah asa dalam memperjuangkan nilai-nilai idealisme gerakan. Mene(a)ntang kezaliman penguasa korup, memberontak sistem borjuasi yang menindas, melawan segala bentuk pembungkaman yang dilakukan oleh pihak dominan, menjadi agenda wajib dan tanggung jawab kolektif, jika PMII masih ingin diakui eksistensi dan keberadaannya.
Bukannya "underestimate" terhadap masa depan aktivis PMII, namun ini hanyalah otokritik bagi kita berdasarkan fenomena yang terjadi di lapangan; aktivis yang masuk dalam sistem kekuasaan akan larut dan terhanyut oleh arus yang terlebih dahulu mapan. Seolah dihadapkan pada pilihan dilematis, antara ikut kelompok dominan dengan konsekuensi selamat dan sejahtera atau menentang status quo meskipun ancamannya terlempar dari orbit.
Dan bisa kita nilai, betapa sedikit aktivis muda yang tahan terhadap godaan tersebut sehingga lebih memilih jalan “mencari aman” dengan cara berlindung di balik ketiak para penguasa tua. Wajar saja jika Soe Hok Gie merasa terkhianati oleh tipikal aktivis semacam itu dan mengingatkan kepada kita, “kini mereka mengkhianati perjuangannya sendiri. Kita generasi muda ditugaskan untuk memberantas generasi tua yang mengacau”.
Kita harus melawan, sebagaimana nasehat Pramoedya Ananta Toer, melawan dengan segala kemampuan dan ketidakmampuan.
Dengan sumber daya manusia yang dimilikinya, yakni lebih dari 200 cabang yang tersebar di seluruh kabupaten/kota (jumlah ini mengacu pada tahun dimana tulisan disusun, sekarang boleh jadi lebih banyak), menjadikan PMII sebagai organisasi kemahasiswaan terbesar di tanah air. Kuantitas ini perlu diimbangi dengan peningkatan kualitas sistem kaderisasi yang massif baik formal MAPABA, PKD, PKL), nonformal (diskusi, pelatihan, seminar, dll.), maupun informal (perilaku keseharian kader). Sehingga, PMII mampu menjadi problem solver bagi karut marutnya problematika sosial kebangsaan.
Rekruitmen anggota yang berkesinambungan, doktrinasi, dan penekanan loyalitas juga militansi, seyogyanya didesain dengan variasi metode agar semakin dilirik oleh mahasiswa. Dari mereka yang belum mengenal sama sekali PMII, hingga individu-individu yang sudah mentahbiskan dirinya menjadi anggota dan kader PMII, namun sudah tidak "kerasan" karena memasuki fase titik jenuh dalam organisasi.
Eskalasi laju budaya hedon dan pragmatis di kalangan kaum intelektual muda kian tak terbendung dan harus ada benteng kokoh untuk menangkalnya. Inovasi-inovasi kreatif tanpa mengurangi substansi kaderisasi mutlak terejawantahkan dalam forum-forum diskursus pengetahuan yang diadakan oleh semua jenjang struktural (mulai PB sampai Rayon) agar PMII menjadi alternatif pilihan utama bagi siapapun yang ingin menajamkan potensi organisatoris.
Semua usaha kaderisasi tidak lain hanyalah untuk mencapai visi ulul albab; kader yang bukan hanya pintar, namun juga cerdas dalam membaca setiap perubahan sosial dan menjadi aktor utama dalam setiap detail alur cerita yang dipentaskan dalam panggung sejarah anak bangsa. Soliditas internal organisasi perlu ditopang dengan relasi apik dengan elemen-elemen kekuatan sosial lain yang terwakili oleh NGO, LSM, ORNOP, dan ormas yang sevisi. Tujuannya supaya pemangku kekuasaan selalu tahu bahwa publik tidak hanya bisa diam ketika melihat berbagai ketimpangan. Lebih dari itu, PMII beserta gerakan "civil society" yang lain mampu melakukan mobilisasi massa untuk menggulingkan komunitas korup yang menggerogoti aset vital kekayaan negeri. Sebagaimana wejangan Hegel yang patut kita renungkan, “suatu komunitas yang terdiri dari manusia-manusia rakus, bagaimanapun rasional dan tinggi kesadaran diri mereka akan tetap gagal mewujudkan kebebasan sebagai suatu realitas sosial”.
Bersemilah tunas dan kader PMII
Tangan terkepal dan maju ke muka!
Bangsri Jepara Jawa Tengah
Tanggal 21 Februari 2012 di pojok ruang bisu, pukul 20.55 WIB
Penulis: Ahmad Saefudin (Dosen UNISNU Jepaea dan IKA PMII Jepara)
--00--
Selamat Harlah Ke-60 Panji Biru Gerakan Mahasiswa. Untukmu satu tanah airku, untukmu satu keyakinanku.
0 Komentar