![]() |
Penulis: Fuad Fahmi Latif |
Negeriku bukan hanya dikenal negara maritim karena lautnya yg terbentang luas, namun kekayaan daratnya juga melimpah ruah, maka Negeriku juga dikenal sebagai negara agraris. Setelah musim panen usai para petani pun membajak sawahnya, mereka mulai menyiapkan segalanya untuk menyambut musim bertanam yang kedua, karena rata-rata petani kita satu tahunnya dua kali dapat menanam padi, alhamdulillah pada putaran panen yang pertama sawah mereka membuahkan hasil yang maksimal, kuningnya padi yang terhampar luas dengan gugusan pemandangan yang indah, menghiasi panorama sawah yang asri nan elok. bangga sekali punya Negeri berjuta keindahan sesubur Negeriku, semua tanaman dapat tumbuh, bahkan tongkat kayupun bisa menjadi tanaman, dimana ada Negeri sekaya Negeriku ini.
Aku bangga lahir dari seorang petani, setiap hari orang tuaku hidup ditengah-tengah sawah, bergulat dengan aktifitas sawah, mulai mencangkul, mencari rumput, bercocok tanam, dan kadang-kadang memelihara hewan ternak sebagai sampingan penghasilan. Konon aku sering mendengar, kata pepatah petani adalah soko Guru Perekonomian Bangsa, seluruh sumber pasokan pangan dihasilkan lewat tangan-tangan emas orang tuaku, meski sejak dulu harga padi dan beras sangatlah murah, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, belum lagi biaya produksi lebih besar dibanding hasilnya, mereka seperti tidak punya pilihan lain, sawah yang menjadi warisan nenek moyang mereka sejak dahulu punya tradisi untuk digarap sebagai pertaruhan kehidupan mereka, ya begitulah, apapun itu aku ikut senang mendengar mereka bisa panen raya tahun ini, meski aku sadar mereka bahagia didalam lingkaran kemiskinan. Portopolio ini dapat dilihat dari tingkat disparitas antara desa dan kota semakin menjauh, ironisnya dalam sistem perpolitikan kita hal semacam ini justru tidak mendapatkan perhatian yang lebih baik.
Menurutku Para petani adalah orang yang paling nerimo, mereka berasumsi selama masih punya padi atau beras mereka dapat hidup ayem, hidup ditengah himpitan ekonomi sesulit apapun dengan simpanan padi atau beras dilumbung mereka dapat bertahan, berusaha menerima karunia yang Tuhan berikan. Mereka tetap tenang meski kondisi ketahanan pangan nasional mulai dikhawatirkan seperti saat ini, ekonomi melemah karena serangan pandemi global semakin merata dimana-mana, mereka hanya terus bekerja disawah sambil menunggu hujan turun, mereka hanya berharap panen raya yang kedua berulang kembali, mereka tidak begitu mau tahu ketika kondisi pasar direkayasa oleh para feodal, mereka hanya berfikir ada makanan yang akan dimakan besok.
Harapan mereka cuma satu harga kebutuhan pokok sehari-hari tidak terpuruk, karena satu-satunya ladang penghasilan mereka hanya bertanam disawah, itupun kalau kondisi curah hujan mendukung, mereka tidak berpenghasilan tetap seperti yang lain, jika semua barang naik kondisi mereka bisa jadi lebih parah dari para pelaku UMKM, Pedagang kaki lima, pengemudi ojol, buruh bangunan, dan masyarakat lapisan bawah lainnya yang hari ini menjerit, kita tidak bisa bayangkan ketika mereka tidak mau bekerja lagi disawah, disaat kondisi pemerintah sudah mulai keteteran menjaga pasokan bahan pangannya, pasti akan terjadi kelangkaan pangan yang luar biasa, beruntung kita masih punya petani-petani yang sehat sebagai produsen kedaulatan pangan Negara, tapi petani juga mnausia biasa, butuh diperhatikan, mereka juga seperti warga negara lainnya, berhak mendapatkan hak-hak dan kesempatan yang sama.
Penulis: Fuad Fahmi Latif, S.Pd (Aktivis, Mahasiswa dan S2 UNISNU Jepara)
0 Komentar