Jiwa Santri - Kesehatan merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia. Setiap aktivitas dan harapan manusia juga sangat didominasi oleh faktor kesehatan manusia, termasuk dalam kehidupan rumah tangga (Martanti dan Mulyono 2010: 5-6) menyataan bahwa kesehatan merupakan salah satu bagian dari lima hal penting yang perlu disiapkan secara matang oleh seseorang yang akan menikah. Oleh sebab itu, sudah selayaknya setiap pasangan yang hendak menikah menjalani tes kesehatan yang biasa disebut dengan tes kesehatan pra-nikah (premartial check up).
Dunia kedokteran telah memberikan rekomendasi kepada para calon pengantin yang hendak menikah untuk melaksanakan tes kesehatan pranikah (premarital check up) terlebih dahulu. Melakukan tes kesehatan sebelum menikah merupakan suatu bentuk pencegahan guna menjaga kesehatan terlebih lagi bagi dampaknya juga bagi keturunan kita selanjutnya. Dalam sebuah kaidah fiqh disebutkan menjaga kesehatan dengan pencegahan itu lebih baik daripada berobat setelah sakit. Pencegahan itu lebih baik daripada pengobatan (Thohir HS, 2012: 27).
Pentingnya Tes Pranikah Bagi Perkawinan
Urgenitas kualitas kesehatan pasangan pengantin juga mendapat perhatian dari Pemerintah Indonesia dengan terbitnya Instruksi Bersama Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Direktur Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman Departemen Kesehatan Tahun 1989 Nomor 2 Tentang Imunisasi Tetanus Toxoid Calon Pengantin. Instruksi tes kesehatan bagi calon pengantin awalnya tidak dapat dilepaskan dari ancaman penyakit tetanus pada saat itu yang banyak menimbulkan korban jiwa. Pelaksanaan tes kesehatan secara tidak langsung bertujuan untuk menghindarkan pasangan calon pengantin dari ancaman penyakit tetanus sekaligus untuk meningkatkan kualitas sumber daya calon pengantin.Seiring perjalanan waktu, ancaman virus yang dapat melemahkan sumber daya manusia yang dapat mempengaruhi kualitas dan kehidupan manusia semakin kuat, maka kemudian berkembanglah tes kesehatan yang tidak hanya memberikan suntikan Tetatus Toxoid (TT) saja sebagaimana tertuang dalam Instruksi Bersama Dirjen Bimas Islam dan Dirjen PPMPLP Dinkes tetapi juga memeriksa calon mempelai dari kemungkinan terjangkit virus yang dapat melemahkan kualitas sumber daya hingga mengancam kehidupannya.
Tes kesehatan pra-nikah, selain menghindarkan pasangan calon pengantin dari virus dan penyakit yang mematikan, juga mempunyai banyak manfaat, di antaranya untuk mengetahui kesehatan reproduksi baik calon pengantin pria maupun wanita, mengetahui kesiapan masing-masing untuk memiliki anak (baik secara fisik, psikologis, maupun bekal pengetahuan yang terkait), mengubah perilaku hidup yang tidak sehat, dan menentukan tindakan yang tepat untuk menanggulangi penyakit-penyakit tertentu yang mungkin ditemukan pada pemeriksaan tersebut. Pengetahuan masing-masing pasangan terhadap potensi positif kesehatan dirinya akan membantu dan memudahkan pasangan calon pengantin dalam membuat perencanaan masa depan dalam kehidupan perkawinan, khususnya terkait dengan keturunan biologis.
Manfaat Tes Kesehatan Pra Nikah
Sisi manfaat dari tes kesehatan pra-nikah, seperti disebutkan di atas, memang sangat memberikan dampak positif bagi kehidupan pasangan calon pengantin. Namun demikian, kiranya perlu dikaji pula tentang dampak negatif yang muncul sebagai konsekuensi dari adanya tes kesehatan pra-nikah. Salah satu dampak dari adanya tes kesehatan adalah manakala salah satu calon pengantin terindikasi terjangkit virus yang melemahkan sumber daya hingga terancam hidupnya, pihak Kantor Urusan Agama (KUA) kemudian akan memberikan rekomendasi mediasi kepada kedua calon pengantin untuk mempertimbangkan niatnya dalam melaksanakan perkawinan. Dampak ini secara tidak langsung terkandung pernyataan bahwa terjangkitnya salah satu calon mempelai berpeluang menjadi sebab pelarangan atau pencegahan perkawinan atau tidak terlaksanakannya perkawinan. Terlebih lagi jika berdampak pada larangan perkawinan karena hal ini akan menyebabkan kedua pasangan calon pengantin tidak akan dapat menikah selamanya kecuali dalam satu keadaan. Sedangkan tercegahnya perkawinan dapat dihilangkan manakala belum terpenuhinya rukun dan syarat perkawinan telah hilang (Tim Redaksi Nuansa Aulia, 2011: 11-13; 18-20).
Pandangan Jumhur Ulama Tentang Rukun Perkawinan
Jumhur ulama bersepakat tentang rukun dan syarat perkawinan di mana rukun perkawinan ada empat yakni (1) shigat (ijab dan kabul), (2) calon isteri, (3) calon suami, (4) wali yang mana masing-masing dari rukun tersebut memiliki syarat yang harus dipenuhi agar pernikahan menjadi sah.
Rukun Nikah
Pendapat berbeda dilontarkan oleh Az-Zuhaili (2011: 45-46) yang menyatakan bahwa rukun perkawinan hanya ada dua yakni ijab dan qabul sedangkan selain keduanya masuk ke dalam syarat perkawinan. Pendapat berbeda dinyatakan oleh jumhur ulama yang menyatakan bahwa rukun nikah ada empat yakni (1) shigat (ijab dan kabul), (2) calon isteri, (3) calon suami, (4) wali yang mana masing-masing dari rukun tersebut memiliki syarat yang harus dipenuhi agar pernikahan menjadi sah. Kompilasi Hukum Islam (KHI) menyebutkan tentang Rukun Nikah di antaranya adanya Calon Suami, Calon Istri, Wali Nikah, Dua Orang Saksi, Ijab dan Qabul (Tim Redaksi Nuansa Aulia, 2011: 5). Meski terdapat perbedaan pendapat, keberadaan rukun dan syarat pernikahan menjadi penanda bahwa proses nikah bukanlah prosesi biasa melainkan peristiwa ibadah yang sangat sakral dan mulia dilaksanakan oleh setiap manusia.
Padahal jika memperhatikan undang-undang yang mengatur tentang perkawinan, baik UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan maupun Kompilasi Hukum Islam, tidak ada aspek pencegahan dan pelarangan perkawinan yang disebabkan oleh terjangkitnya virus yang mematikan dalam diri salah satu calon pengantin. Peluang larangan maupun pencegahan perkawinan tersebut di atas secara tidak langsung juga akan memberikan rasa kecewa hingga pelanggaran hak asasi manusia untuk menikah, terlebih hak asasi muslim menurut syari’at. Implikasi yang ditimbulkan juga bermacam-macam mulai dari tekanan psikologi hingga terjadinya hal-hal yang melanggar syari’at Islam.
Sisi positif yang diharapkan dari tes kesehatan calon pengantin idealnya juga dikonfrontasikan dengan sisi negatif dari pemberlakuan tes kesehatan calon pengantin beserta dampaknya. Hal ini sangat penting karena tes kesehatan sebagai “syarat” yang harus terpenuhi oleh masing-masing calon pengantin belum ada dalil dalam syari’at Islam yang mengaturnya secara detail. Islam memberikan jalan bagi umatnya untuk mencari, menggali hingga memutuskan hukum suatu permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan manusia yang belum ada hukumnya dalam sumber hukum Islam dengan jalan ijtihad. Oleh sebab itu perlu kiranya dilakukan kajian yang mendalam tentang tes kesehatan sebagai syarat perkawinan melalui sebuah penelitian.
Hal ini karena pernikahan dalam Islam merupakan suatu peristiwa ibadah yang sudah menjadi sunnatullah dari penciptaan manusia yang berpasang-pasangan. Menurut ajaran Islam melangsungkan pernikahan berarti melaksanakan ibadah dan melaksanakan perbuatan ibadah berarti melaksanakan ajaran agama (Syarifuddin, 2014: 41). Menurut Sayyid Sabiq (1990), sebagaimana dikutip oleh Ghofur (2011: 20), menyatakan bahwa “perkawinan merupakan salah satu Sunnatullah yang umum berlaku pada semua makhluk Tuhan, baik maunisa, hewan maupun tumbuh-tumbuhan”. Pernyataan ini juga dapat dikuatkan dengan firman Allah SWT dalam al-Qur’an surat Adz-Dzariat ayat 49 yang berbunyi sebagai berikut:
وَمِنْ كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
Artinya: Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (QS. Adz Dzariyat [51]: 49)
Nilai Penting Pernikahan
Nilai penting perkawinan juga dapat diketahui dari pesan Rasulullah saw, sebagaimana dikutip oleh Ali (1997: 3) yang memerintahkan kepada orang-orang apabila telah mampu untuk kawin hendaklah ia melaksanakan kawin karena dengan kawin akan memelihara dari perbuatan yang dilarangnya. Sebuah perkawinan tidak hanya memiliki fungsi dan tujuan sebagai legalitas hubungan laki-laki dan perempuan semata melainkan juga untuk peningkatan mutu pelaksanaan ibadah, memperoleh keturunan yang sholeh/sholehah hingga terbentuknya kebersamaan hidup dalam keluarga yang harmonis dan bahagia (Ramulyo, 1996: 27).Syariat Islam adalah peraturan hidup yang datang dari Allah ta’ala, ia adalah pedoman hidup bagi seluruh umat manusia. Sebagai pedoman hidup ia memiliki tujuan utama yang dapat diterima oleh seluruh umat manusia. Tujuan diturunkannya syariat Islam adalah untuk kebaikan seluruh umat manusia. Dalam ruang lingkup ushul fiqh tujuan ini disebut dengan maqashid as-syari’ah yaitu maksud dan tujuan diturunkannya syariat Islam.
Maqashid Syariah secara istilah adalah tujuan-tujuan syariat Islam yang terkandung dalam setiap aturannya. Para ulama islam menyatakan huku-hukum syariat itu di syariatkan untuk kemaslahatn hamba-Nya didunia ataupun diakhirat . Demikian juga apakah maslahat itu Dharuriyah, hajiyah (kepentingan) atau tahsiniyah .
Kesimpulanya adalah bahwa tujuan syariat itu untuk mencapai kebaikan, kemaslahatn bagi manusia, dan menghindari dari bahaya dan kerusakan mereka dalam konteks ini penulis bukan berarti mengunakan Maqashid syariat dalam memandang tes kesehatan pra nikah untuk pengalian hukumnya (Yusuf al-qaradhawi,2001, 80)
Artikel di ambil dari Skripsi Tinjauan Jurisprudensi Islam : Sadd Al-Dzariy’ah Tentang Tes Kesehatan Pra-Nikah Sebagai Syarat Pernikahan (Studi Kasus Pelaksanaan Tes Kesehatan Pra-nikah di Kantor Urusan Agama [KUA] Mlonggo)
Karya Ahmad Fauzul Ghufron (Lulusan UNISNU Jepara)
0 Komentar