Jiwa Santri - Syariat islam memperbolehkan poligami dengan batasan sampai empat orang dan mewajibkan berlaku adil kepada mereka, baik dalam urusan pangan, pakaian, tempat tinggal, serta lainnya yang bersifat keberadaan tanpa mebedakan antara istri yang kaya dengan istri yang miskin, yang berasal dari keturunan tinggi dengan yang rendah dari golongan bawah. Bila suami khawatir berbuat zalim dan tidak mampu memenuhi semua hak-hak mereka, maka ia diharamkan berpoligami. Bila yang sanggup dipenuhinya hanya tiga maka haram baginya menikah dengan empat orang. Jika ia hanya sangup memenuhi hak dua orang istri maka haram baginyamenikah tiga orang. Begitu juga kalau ia khawatir berbuat zalim dengan mengawini dua orang perempuan, maka haram baginya melakukan poligami
Dalam sebuah hadits Nabi SAW. Juga disebutkan :
Artinya:
Dalam sebuah hadits Nabi SAW. Juga disebutkan :
عَنْ اَبِىْ هُرَيْرَيْرَةْ اَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ كَانَتْ لَهُ اِمْرَأَ تَانِ فَمَالَ اِلَى اِحْدَاهُمَا جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَشِقُهُ مَائِلٌ. (رواه ابوداود والترمذى والنسائى وابن حبان)
Artinya:
"Dari Abu Hurairah r.a. sesungguhnya Nabi Saw. Bersabda, “Barang siapa yang mempunyai dua orang istri lalu memberatkan kepada salah satunya maka ia akan datang dihari kiamat nanti dengan punggung miring. (HR Abu Daud, Tirmizi, Nasa’i, dan Ibnu Hiban)
Syarat Berpoligami
Jadi berdasarkan ihwal hadis di atas hal yang paling utama atau mendasar dalam syarat berpoligami adalah1. Adanya keadilan Bagi Para Istri
Maksudnya keadilan yang dapat dilakukan dan diwujudkan oleh manusia. Yaitu berlaku merata terhadap para istri dari segi materi yang berupa nafkah, perlakuan yang baik, dan masa menginap. Berdasrkan firman Allah SWT pada surat an-nisa’ ayat 3
Sesungguhnya Allah SWT memerintahkan umat islam untuk cukup memiliki satu istri saja jika dia khawatir akan berlaku zalim dan tidak mampu berlaku adil diantara para istri. Yang dimaksud dengan keadilan bukanlah sebagaimana yang telah kami jelaskan dalam hukum-hukum perkawinan yang sah adalah sama rata perasaan, cinta, dan kecendrugan hati. Bukan ini yang dimaksudkan. Karena ini adalah perkara yang tidak mungkin dan tidak mampu dilakukan oleh seorang manusiapun. Syariat hanya membebankan perkara yang mampu dilakukan oleh manusia. Maka tidak ada pembebanan perkara yang sifatnya fitrah yang tidak tunduk terhadap kehendak, misalnya rasa cinta dan rasa benci.
Akan tetapi, rasa takut penguasa cinta terhadap hati adalah perkara yang sudah di prediksikan. Oleh karena itu, syariat mengingatkannya di dalam ayat yang mulia ini,”Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cendrung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung” (An-Nisaa’: 129)
Ini semua untuk menegaskan syarat adil, serta tidak terjatuh kedalam penzaliman kepada istri dengan meninggalkan seorang dari mereka dalam keadaan terkatung-katung. Dia tidak bersetatus sebagaib seorang istri yang memiliki hak-hak sebagai seorang istri juga tidak bersetatus perempuan yang diceraikan.
Orang yang berakal adalah orang yang telah menimbang perkara sebelum terjadi. Dia perhitungkan berbagai kemungkinan dan kondisi dengan sangat cermat. Ayat ini memberikan peringatan bagi bahaya dorongan dan perasaan hati. Tidak seperti yang diasumsikan oleh sebagian orang bahwa perwujudan keadilan adalah sebuah perkara yang mustahil. Oleh karena itu, tidak boleh ada poligamikarena tidak mungkin mewujudkan syarat pembolehan.
2. Mampu Memberikan Nafkah
Secara syariat, tidak boleh melakukan perkawinan baik satu istri ataupun lebih dari satu istri kecuali dengan adanya kemampuan untuk mendatangkan fasilitas pernikahan dan biayanya, serta kesinambungan dalam memberikan nafkah wajib kepada istri. Berdasarkan sabda Rasulullah Saw,
يَامعْشرَ الشَّبَابْ,مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ البَاءَةْ فَلْيَتَزَوَجُ
Artinya:
“Wahai para anak muda, barang siapa diantara kalian yang mampu menyediakan fasilitas perkawinan, maka hendaknya dia kawin.”
Musthofa al-Maraghi menyatakan bahwa seseorang boleh berpoligami bila terdapat hal-hal sebagai berikut:
- Seseorang yang mempunyai istri mandul, sedangkan dia menambakan keturunan yang akan meneruskanya. Terlebih-lebih bila orang tersebut seorang hartawan atau seorang pembesar. Orang semacam inidiperkenankan untuk kawin lagi
- Istri telah tua renta dan telah mencapai usia putus menstruasi (menououse) sedangkan si laki-laki menghendaki keturunan dan masih mampu untuk membiayai anak-anaknya, baik belanja hidupnya maupun pendidikannya.
- Seorang suami yang mempunyai daya seksual yang tinggi (hiper sex), sehingga dia belum merasa cukup untuk memenuhi nalurinya dengan hanya seorang istri, atau istri yang mempunyai masa haid yang panjang hingga tiap bulannya itu menghabiskan waktu yang cukup lama. Dalam hal semacam ini, suami dihadapkan kepada dua alternatif pilihan, yaitu:
- Kawin lagi
- Berbuat zina, yang mempunyai efek negatif, baik terhadap agama, harta, keturunan, dan sebagainya.
Oleh sebab itu jalan yang terbaik dan maslahat adalah kawin lagi (Poligami)
Berdasarkan sensus penduduk, perempuan lebih banyak jumlahnya dibandingkan dengan laki-laki, sedangkan perempuan menemui kesulitan dalam mencari nafkah hidup, terutama dalam memenuhi kebutuhan biologisnya. Untuk menanggulangi hal-hal tersebut laki-laki boleh berpoligami daripada wanita itu harus jatuh ke lembah kenistaan dan perzinaan.
Dalam prosedur atau tata cara poligami yang resmi diatur oleh islam memang tidak ada ketentuan secara pasti. Di Indonesia dengan Kompilasi Hukum Islamnya telah mengatur hal tersebut sebagai mana pasal 56 sapai dengan 59 yaitu:
1. Suami yang hendak ber istri lebih dari satu orang harus mendapatkan izin dari Pengadilan Agama.
2. Permohonan pengajuan izin dilakukan menurut tata cara sebagaimana diatur dalam Bab VII Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975
3. Perkawinan yang dilakukan dengan istri kedua, tiga atau ke empat tanpa Izin pengadilan Agama, tidak mempunyai kekuatan hukum.
4. Pengadilan agama hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristri lebih dari seorang apabila :
- Istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri
- Istri mendapatkan cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan
- Istri tidak dapat melahirkan keturunan
5. Selain syarat utama ynag disebutkan diatas maka untuk memperoleh izin pengadilan Agama, harus pula dipenuhi syarat-syarat yang ditentukan pada pasal 5 UU No.1 Tahun 1974, yaitu :
- Adanya persetujuan istri.
- Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka.
6. Dengan tidak mengurangi ketentuan megabaikan persetujuan istri atau istri-istri dapat diberikan secara tertulis atau dengan lisan, tetapi sekalipun telah ada persetujuan tertulis, persetujuan ini dipertegas degan persetujuan lisan istri pada sidang Pengadilan Agama
7. Persetujuan tidak diperlukan bagi seorang suami apabila istri atau istri-istrinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian atau apabila tidak ada kabar dari istri atau istri-istrinya sekurang-kurangnya 2 tahun atau karena sebab lain yang perlu mendapat penilaian hakim.
8. Dalam hal istri tidak mau memberikan persetujuan, dan perolehan izin untuk beristri lebih dari satu orang berdasarkan atas salah satu alasan yang diatur diatas, Pengadilan Agama dapat menetapkan tentang pemberian Izin setelah memeriksa dan mendengar istri yang bersangkutan di persidangan Pengadilan Agama, dan terhadap penetapan ini istri atau suami dapat mengajukan banding atau kasasi.
Lihat pula pada Kompilasi Hukum Islam Buku I Hukum Perkawinan
Berdasarkan ketentu-ketentuan tersebut maka suami dilarang memadu istrinya dengan seorang wanita yang memiliki hubungan nasab atau susunan dengan istrinya :
Larangan tersebut tetap berlaku, meskipun istri-istrinya telah ditalak raj’i masih dalam idah.
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 tahun 1990 tentang perubahan atas peraturan pemerintahan nomor 10 tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai negeri sipil pada pasal 4 samapi dengan 17 yaitu:
Hikmah Poligami
Mengenai hikmah diizinkan berpoligami (dalam keadaan darurat dengan syarat berlaku adil ) antara lain adalah sebagai berikut :
Refrensi:
Berdasarkan ketentu-ketentuan tersebut maka suami dilarang memadu istrinya dengan seorang wanita yang memiliki hubungan nasab atau susunan dengan istrinya :
- Saudara kandung seayah atau seibu serta keturunannya
- Wanita dengan bibinya atau keponakannya.
Larangan tersebut tetap berlaku, meskipun istri-istrinya telah ditalak raj’i masih dalam idah.
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 tahun 1990 tentang perubahan atas peraturan pemerintahan nomor 10 tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai negeri sipil pada pasal 4 samapi dengan 17 yaitu:
- Pegawai Negeri Sipil pria yang akan beristri lebih dari seorang, wajib memperoleh izin lebih dahulu dari Pejabat.
- Pegawai Negeri Sipil wanita tidak diizinkan untuk menjadi istri kedua/ketiga/keempat.
- Permintaan izin diajukan secara tertulis.
- Dalam surat permintaan izin harus dicantumkan alasan yang lengkap yang mendasari permintaan izin untuk beristri lebih dari seorang.
- Untuk setiap atasan yang menerima permintaan izin dari Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungannya untuk beristri lebih dari seorang wajib memberikan pertimbangan dan meneruskannya kepada pejabat melalui saluran hierarki dalam jangka waktu selambatlambatnya tiga bulan terhitung mulai tanggal ia menerima permintaan izin tersebut
- Pejabat yang menerima permintaan izin untuk beristri lebih dari seorang wajib memperhatikan denagan seksama alasan-alasan yang dikemukakan dalam surat permintaan izin dan pertimbangan dari atasan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
- Pimpinan Bank Milik Negara dan pimpinan Badan Usaha Milik Negara, wajib meminta izin lebih dahulu dari Presiden.
- Pemberian atau penolakan pemberian izin untuk melakukan untuk beristri lebih dari seorang dilakukan oleh Pejabat secara tertulis dalam jangka waktu selambat-lambatnya tiga bulan terhitung mulai ia menerima permintaan izin tersebut.
- Pegawai Negeri Sipil yang melanggar salah satu atau lebih kewajiban/ketentua, tidak melaporkan perkawinannya yang kedua/ketiga/keempat dalam jangka waktu selambatlambatnya satu tahun terhitung sejak perkawinan tersebut dilangsungkan, dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil;
- Pegawai Negeri Sipil wanita yang melanggar ketentuan Perizinan, dijatuhi hukuman disiplin pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil
- Tata cara penjatuhan hukuman disiplin berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah ini dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil;
Hikmah Poligami
Mengenai hikmah diizinkan berpoligami (dalam keadaan darurat dengan syarat berlaku adil ) antara lain adalah sebagai berikut :
- Untuk mendapatkan keturunan bagi suami yang subur
- Untuk menjaga keutuhan keluarga tanpa mencerminkan istri, sekalipun istri tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai istri, atau ia mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
- Untuk menyelamatkan suami yang hypersex dari perbuatan zina dan krisis ahlak lainya.
- Untuk menyelamatkan kaum wanita dari krisis akhlak yang tinggal di negara/ masyarakat yang jumlah wanitanya jauh lebih banyak dari kaum prianya.
Refrensi:
- Tihami H.M.A, Sahrani Sohari, Op.cit, hlm. 361-362
- Prof.Dr. Wahbah Az-Zuhali 9, op.cit, hlm. 162-163
- H.E. Syibli syarjaya, op.cit, hlm.176-177
- Prof.Dr.Abdu Rahman Ghazali, M.A, Fiqih Munakahat,(Jakarta:prenada Media Group,2003).cet.3 .hlm.134-136
- Tihami H.M.A ,Sahrani Sohari, Op.cit, hlm.370
- Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 61Penjelasan atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 45 Tahun 1990 Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan Dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri sipil
- Prof. Dr.Abdul Rahman Ghozali, M.A. op.cit, hlm.136
0 Komentar